Rakernas IWO 2025: Film Suamiku, Lukaku – Menjadi Gerakan Nasional dalam Perangi KDRT

Jakarta – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Wartawan Online (IWO) 2025 yang berlangsung di Grand Cemara Hotel, Jakarta Pusat, menjadi momen penting untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di Indonesia.

Pada pembukaan Rakernas IWO 2025, Sinemart Pictures meluncurkan film terbarunya berjudul Suamiku, Lukaku, sebuah karya yang mencakup lebih dari sekadar hiburan, melainkan merupakan suatu gerakan nasional guna menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta memperkuat posisi perempuan di masyarakat.

Film dengan Tujuan Sosial

Disutradarai oleh Sharad Sharan, Suamiku, Lukaku dibintangi oleh sejumlah bintang terkenal seperti Ayu Azhari, Acha Septriasa, Baim Wong, Raline Shah, dan Mathias Muchus.

Setiap karakter dalam film ini menyampaikan pesan yang tegas: tidak ada perempuan yang boleh diabaikan, dipinggirkan, atau terperangkap dalam siklus kekerasan di dalam rumah tangga. Dalam forum diskusi yang bertajuk “Peran Wartawan Online untuk Menolak KDRT di Indonesia”, Sharad Sharan menekankan bahwa film ini bukan sekadar sebuah karya seni, tetapi juga sebuah ajakan kolektif untuk transisi sosial.

“Kami berharap masyarakat melihat film ini sebagai gerakan bersama untuk melawan kekerasan dan menumbuhkan rasa empati terhadap para korban,” ujar Sharad.

Film Suamiku, Lukaku dijadwalkan tayang pada Maret 2026, dengan harapan pesannya bisa menjangkau bioskop hingga ke lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, dan lembaga yang membuat kebijakan.

Tantangan Nyata: Tingginya Angka Kekerasan

Indonesia masih berjuang menghadapi masalah yang serius terkait kekerasan berbasis gender. Data dari Komnas Perempuan 2023 mencatat lebih dari 339.000 kejadian kekerasan terhadap perempuan, dengan sebagian besar kasus terjadi di lingkungan domestik.

Namun, angka ini diperkirakan hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya, sebab banyak korban lebih memilih untuk diam akibat stigma sosial, rasa takut, dan keterbatasan akses terhadap bantuan hukum dan sosial. Keheningan para korban sering kali memperpanjang siklus kekerasan dan derita. Untuk memutus rantai ini, diperlukan keberanian dari para penyintas, serta dukungan dari masyarakat, media, dan pemimpin.

Suara Advokasi dan Dukungan

Dalam diskusi tersebut, Siti Husna Lebby Amin dari Women Crisis Centre (WCC) menekankan betapa pentingnya dukungan konkret bagi para korban KDRT. Ia menyoroti perlunya peningkatan kesadaran masyarakat, ketersediaan tempat aman, dan advokasi yang berkelanjutam agar perempuan tidak berjuang sendirian.

“Kita harus hadir bersama para penyintas, bukan sekadar menonton dari jauh. Film ini adalah refleksi sekaligus panggilan untuk bertindak,” jelasnya.

Pandangan ini sejalan dengan tujuan Suamiku, Lukaku yang ingin membangkitkan kesadaran bersama mengenai pentingnya perlindungan dan keadilan bagi perempuan.

Jurnalis Sebagai Agen Perubahan

Peserta Rakernas IWO 2025 yang terdiri dari wartawan online dari berbagai daerah menyatakan dukungannya terhadap gerakan anti-KDRT dan pemberdayaan perempuan.Mereka menegaskan komitmen untuk memanfaatkan kekuatan media dalam mendidik publik, membangun opini positif, dan mendorong tindakan nyata. Dengan mengangkat tema film Suamiku, Lukaku, para jurnalis turut berperan aktif dalam perubahan sosial menuju kesetaraan dan keadilan gender.

Film yang Menggerakkan Bangsa

Lebih dari sekadar hiburan, Suamiku, Lukaku hadir sebagai panggilan moral bagi seluruh elemen bangsa, mulai dari pembuat kebijakan, pemimpin masyarakat, hingga warga biasa untuk bersatu dalam melawan kekerasan dalam rumah tangga.

Film ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang “epidemi yang tersembunyi” KDRT di Indonesia, mendorong para penyintas untuk berani bicara dan mencari perlindungan, serta menginspirasi pembuat kebijakan untuk memperkuat hukum dan sistem dukungan bagi para korban.

Momen Transformasional

Rakernas IWO 2025 dan peluncuran Suamiku, Lukaku menandai dimulainya gerakan transformasi berskala nasional, yang menjadikan cerita sebagai pemicu perubahan dan seni sebagai kekuatan hidup bagi jutaan wanita Indonesia.

Dengan adanya film ini, diharapkan Indonesia bisa menuju masa depan di mana perempuan hidup tanpa ketakutan dan dapat mengembalikan suara serta martabat mereka di tengah masyarakat.***