Dialog HPN di Landak Bahas Terkait Persatukan UU Pers, UU ITE dan Hukum Adat

Ngabang, LANDAK, Kalbar – Memperingati Hari Pers Nasional 2022, Ikatan Wartawan Online Kabupaten Landak menggelar dialog publik membahas UU Pers, UU ITE dan hukum adat di aula kantor bupati Landak pada Kamis 10 Februari 2022.

Ketiganya diharapkan dapat bersinergi dalam rangka keterbukaan informasi pubik dan kebebasan pers.

Dialog interaktif itu menghadirkan pembicara yakni, Bupati Landak Karolin Margret Natasa, Wakil ketua DAD Landak diwakili Yohanes Meter, Sekjen IWO pusat Dwi Christianto dan Dosen Untan Pontianak Salfius Seko.

Bupati Landak Karolin Margret Natasa mengatakan, hukum adat pada prinsipnya adalah konsensus. Musyawarah untuk mufakat menjadi pondasi.

Oleh karenanya, apabila hukum adat itu dijalankan dengan benar, maka dapat memberikan ruang-ruang untuk berdiskusi dan bahkan mungkin untuk saling memberikan penjelasan dan klarifikasi.

“Kenapa sih dihukum adat? Kan yang paling sering itu kan karena dianggap menyebabkan ketersinggungan, pencemaran nama baik. Itu kan? Jadi, itu kan sebenarnya hal-hal yang bisa dibicarakan. Nah, tinggal bagaimana kita menyatukan persepsi,” kata bupati ditemui usai acara di aula kantor bupati Landak.

Karolin menyebut, masyarakat adat harus menjalankan adat istiadat yang ada, jangan mengada-ada. Kemudian, wartawan juga terus melakukan upgrade.

“Upgrade dirinya, seperti yang tadi saya katakan, sertifikasi kompetensi, mengikuti kode etik, prinsip jurnalistik itu harus dikedepankan. Kalau itu semua terpenuhi, saya yakin nggak ada lah persoalan,” ungkap Karolin.

Ia meminta keduanya untuk mengevaluasi diri. “Teman-teman DAD iya, jalankan hukum adat, jangan dikomersilkan kemudian bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu, nah teman-teman wartawan juga penuhi itu semua unsur. Saya sudah ingatkan kembali bahwa pemberitaan itu harus berimbang, jelas sumbernya. Hal-hal seperti itu,” ujarnya.

Sementara itu, Staf Ahli Bidan Hukum dan Politik Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Moses Tabah mengungkapkan, hukum dalam beberapa pendapat mengatakan itu adalah hukum yang tidak tertulis. “Tapi diakui di lingkungan masyarakat tertentu,” katanya.

Ia mengharapkan insan pers dalam mencari informasi di kalangan hukum adat ini betul-betul menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. “Jadi tidak mengambil informasi yang sepotong-sepotong. Atau apalagi informasi yang menyimpang dari kebenaran. Atau hoaks dan indikasi kebencian, itu dijauhkanlah itu. Ada sebelas kode etik yang dijunjung tinggi, harus kita wujudkan dan kita laksanakan,” ungkapnya.

Wakil Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Landak, Yohanes Meter mengatakan, pihaknya memandang pers sebagai mitra dari Dewan Adat. “Jadi kalau ada masyarakat di kalangan bawah itu ada sedikit masalah dengan pers, nah itu langsung kita komunikasikan,” kata Yohanes di aula kantor bupati Landak.

Begitu pula sebaliknya, seandainya ada wartawan yang berurusan dengan masalah adat juga dapat menghubungi pihaknya. Menurut Yohanes, adanya kelembagaan adat yang meliputi Temanggung, Pesirah dan Pengaraga inilah yang berhak menindak seseoran itu secara hukum adat.

“Jadi, kalau kita da benturan itu, diharapkan kita ada komunikasi dengann mulai dari bawah. Dari Pengaraga, Pesirah baru ke Temanggungnya. Itu sudah kita bangun itu. Jadi tidak serta merta dijatuhi hukuman adat,” ungkap Yohanes.

Ia menegaskan, dalam prosesnya nanti, tentu temanggung ini tidak serta merta menjatuhkan hukum adat. Jadi untuk meletakkan hukum adat itu harus seadil-adilnya. Itu prinsipnya hukum adat itu. “Tentu ada komunikasinya dulu, seperti apa. Itu yang kita lakukan, jadi tidak semena-mena meletakkan hukum adat,” tutupnya.

Sementara, itu Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Kabupaten Landak, L Sahat Tinambunan mengatakan pihaknya sengaja memilih tema tersebut dalam Hari Pers Nasional di kabupaten Landak, mengingat hukum adat sebagai kearifan lokal dijunjung dan dilaksanakan dengan patuh oleh warga masyarakat Kalimantan barat umumnya dan kabupaten Landak khususnya.

“Insan pers yang bekerja dengan landasan UU Pers tentunya kerap bersinggungan dengan aturan adat yang ada. Oleh karena itu, demi menjaga kebebasan pers dan keterbukaan informasi agar demokrasi berjalan sesuai dengan koridornya, sudah sepantasnya lalr ke depannya adanya Sinergisitas antara UU Pers, ITE dan Hukum Adat. Untuk itulah para stakeholder dan warga masyarakat yang peduli terhadap keberlangsungan demokrasi, kita undang dalam Dialog terbuka ini,” ungkap Sahat panggilan akrabnya.

Ia menyampaikan, jumlah peserta yang hadir dalam partisipasi dialog ini adalah 100 peserta, terdiri dari berbagai unsur dan elemen masyarakat yang beberapa diantaranya adalah aktor kunci dalam menjalankan dan menegakkan baik UU Pers, ITE dan Hukum Adat. Baik itu para Insan Pers, Dewan Adat, Timanggong, Aparat Hukum, Akademisi, Mahasiswa, Tokoh masyarakat, Ormas berbagai suku dan profesi yang ada di wilayah kabupaten Landak.

“Terima kasih atas kehadiran dan dukungannya. Mari kita berdialog, bertukar pikiran demi menjaga Marwah demokrasi, karena melindungi pers berarti melindungi demokrasi. selamat hari pers untuk kita semua,” pungkas Sahat. (*)


Artikel ini telah tayang di TribunPontianak.co.id dengan judul Dialog HPN di Landak Bahas Terkait Persatukan UU Pers, UU ITE dan Hukum Adat, https://pontianak.tribunnews.com/2022/02/10/dialog-hpn-di-landak-bahas-terkait-persatukan-uu-pers-uu-ite-dan-hukum-adat?page=2.
Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Try Juliansyah